Jumat, 23 Juni 2017

ANTUSIASME

"An enthusiast is a fanatic about life. And because the enthusiast has the attitude that good things will happen, good things do happen." – Anonymous
Banyak orang berharap bahwa “making your day” atau ‘hari yang indah’ datang dari cuaca, situasi eksternal dan orang lain. Saya jadi teringat pada teman saya, seorang yang berenerji tidak ada habisnya. Ia selalu menelpon saat sedang ‘bete’ sambil berujar, “Tolong semangati saya dong! Aku lagi butuh dipuji-puji nih....”. Namun, saya tahu benar bahwa tindakannya minta disemangati sebenarnya adalah upayanya untuk intermezo saja, karena ia seolah punya sumber emosi di dalam dirinya dan selalu menularkan aura antusiasme ke sekitarnya. Yang jelas, antusiasme itu sumbernya di dalam individu. Banyak orang berpikir bahwa ini adalah talenta individu yang tidak dapat dipelajari. Padahal bila kita telaah lebih jauh, teman kita ini sekedar berperilaku bagaikan orang yang sangat lahap menghadapi makanan sehingga membuat orang yang menyaksikan juga ingin makan. Bukankah “makan dengan lahap” bisa dilakukan semua orang? Tetapi kenapa antusiasme seperti “talenta tersembunyi” yang sulit dipunyai semua orang?
Ciptakan Arena Perlombaan Kita
Kita pasti pernah masuk dalam situasi yang berulang dan membosankan, di mana kita kemudian berkomentar,“Ah..., lagu lama...”. Padahal, situasi yang sama tidak selamanya membosankan, karena sangat bergantung bagaimana kita melihatnya. Di sebuah perusahaan yang berkembang sangat-sangat pesat, tingginya pertumbuhan pelanggan bisa dianggap lagu lama, padahal bagi kompetitor hal ini dilihat sebagai sesuatu yang begitu menggiurkan dan menggetarkan. Ketidakmampuan untuk mempersepsi tantangan kecil dan barulah yang sering membuat orang tidak bisa antusias.
Beruntunglah para olah ragawan yang tidak bisa lari dari tantangan yang satu ke yang lain. Begitu dia menang tingkat kelurahan, ia langsung ditantang untuk memasuki tingkat kecamatan! Dalam lingkungan di mana perlombaan tidak tergambar secara eksplisit, persepsi individulah yang perlu dibuat agar dunia kerjanya tak ubah sebuah gelanggang yang tiada hentinya. Seorang dosen yang bertahun-tahun memegang mata kuliah tertentu, bisa memilih untuk tertantang mendapat bahan-bahan baru, cetakan buku terbaru, kasus-kasus yang paling update berkenaan dengan materinya. Kita bisa bayangkan betapa mahasiswanya akan merasakan antusiasme dosen ini, dibandingkan dengan hanya menghafalkan fotokopi turun-temurun dari kakak kelas 5-10 generasi yang lalu.
Selalu Dekat dengan Tren & yang sedang ‘In’
Saya kagum pada kolega saya yang selalu sedemikian “awas” menemukan pakaian, warna, dan asesoris yang sedang paling “in”. Ternyata modalnya tampil trendi hanyalah dengan melihat-lihat majalah mode di pinggiran jalan, tanpa perlu membeli. Ia sudah sangat terlatih untuk melihat apa yang berulang, apa yang secara menonjol baru, dan apa yang kemudian dipilih sebagai tren terbaru. Tentunya semangat ini sudah menjadi darah dagingnya. Yang jelas, “being trendy” memudahkan kita membangkitkan antusiasme. Bukankah rumah baru, baju baru, teman baru selalu membuat kita bersemangat? Minat terhadap sesuatu yang baru, yang fresh dan berbeda, bisa mendorong kita untuk “berbuat” lebih cepat, lebih giat dan lebih aktif.
Saya teringat seorang teman yang kebetulan bermukim di sebuah desa di Italia. Ketika saya mengeluh mengenai bisnis yang melelahkan, dia lalu menyebutkan beberapa majalah dan situs web yang perlu saya baca. Ternyata majalah dan situs-situs tersebut melulu berisi penemuan baru, desain baru, lagu-lagu terbaru dan tokoh-tokoh yang paling “in” di dunia. Membacanya membuat kita merasa bahwa ada dunia baru terbentang dihadapan kita siap dieksplorasi. Tidak heran teman saya ini, selalu bersemangat tinggi seolah tidak ada lelahnya seolah ingin menjelajah dunia.
Putus Lingkaran Setan
Kita sama-sama setuju bahwa di dunia ini segala sesuatu akan kembali membentuk siklus. Apakah siklus tersebut akan berbentuk lingkaran setan atau lingkaran malaikat, itu tergantung pada bagaimana kita memutarnya. Yang jelas, kalau kita membuat orang lain senang, orang itu pasti akan membalas dengan sikap positif juga. Bahkan orang yang menyaksikan kita dalam situasi tersebut juga langsung bersimpati pada kita. Aura positif ini bisa kita ciptakan dan dengan sendirinya lingkungan akan berbalik menyemangati kita dengan hal-hal yang baik. Sebaliknya, kita pun bisa membuat siklus negatif. Berapa sering kita memasuki rapat yang membahas keluhan pelanggan, misalnya, dan berakhir pada frustrasi karena semua peserta rapat terbenam pada kenyataan bahwa pusat kesalahannya ‘itu lagi, itu lagi’. Benak seorang yang antusias akan menjerit, berputar mencari solusi, mencari jalan keluar, mengarahkan pada tindakan yang musti diambil, dan tidak mengalah pada keadaan. Sebab, sekali mengalah berarti kita terseret siklus negatif tadi.
Nikmatnya Menjalankan Misi
Siapapun pemberi misi, apalagi kalau dia adalah idola, pihak yang kita respek atau sayangi, kita tentunya akan menjalankan misi tersebut dengan bangga dan bersemangat. Seolah anak kecil yang lari dengan bangga ke warung saat disuruh ibunya membeli sesuatu. Kita sering tidak sadar bahwa setiap tindakan bisa mengejawantahkan misi tertentu. Padahal dengan menyadari bahwa kita adalah agen perusahaan, agen keluarga, agen profesi, agen generasi penerus, agen negara yang “dipercaya” untuk mengemban misi, kita pasti bangga dan antusias.
Ditayangkan di KOMPAS, 14 Juli 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar