Sabtu, 16 November 2013

Karya Ilmiah Pendidikan Kewarganegaraan



PERANAN OTONOMI DAERAH TERHADAP PELUANG DAN TANTANGAN BISNIS DI INDONESIA


Disusun Oleh :
Mohammad Fandika Fahmi
25113620 / 1KB02
SISTEM KOMPUTER

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 
Bapak Drs. H. Djumhardjinis, MM, Bc, Hk.




UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS  TEKNIK  KOMPUTER
PTA 2013/2014
  


KATA – KATA MUTIARA

“Jangan ragu jangan takut karang menghadang, bicaralah yang lantang jangan hanya diam. (Iwan Fals)
“Kemiskinan adalah bentuk paling buruk dari kekerasan. (Mahatma Gandhi)”
"“Jangan salah gunakan kehebatan ilmu pengetahuan untuk Menghancurkan. (Iwan Fals)
“Kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrawala, dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.
 “(WS Rendra)”
Tegakan Hukum setegak-tegaknya adil dan tegas tak pandang bulu(Iwan Fals)
“Jangan bangga apa yang telah kau lakukan hari ini, sebab engkau tidak tahu akan hari esok”

“(Mohammad Fandika Fahmi)”




KATA PENGANTAR


Puji syukur marilah kita panjatkan puji serta syukur akan kehadiran Allah Swt, yang telah memberikan anugerah dan karunia-Nya kepada kita, sehingga masih diberikan kesehatan, kekuatan, dan kemampuan untuk terus hadir dan berkarya, yang Insya Allah dapat bermanfaat bagi kemajuan manusia di masa yang akan datang.

Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. H. Djumhardjinis, MM, Bc, Hk. sebagai Dosen Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah membantu dan membimbing penulis dalam mengerjakan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada temanteman dan keluarga  yang telah  membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya ilmiah ini.

Penulis sadar bahwa karya ilmiah ini belumlah sempurna, oleh karena itu jika ditemukan kesalahan pada Karya Ilmiah ini penulis memohonkan maaf yang sebesar-besarnya. Semoga karya ilmiah yang penulis buat ini menambah wawasan kita dan dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita semua.

Depok, 16 November 2013
Penulis

                                                                       Mohammad Fandika



 

DAFTAR ISI

KATAMUTIARA ........................................................................................................................ I
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................II
DAFTAR ISI ............................................................................................................................... III
BAB 1 PENDAHULUAN
1.I. Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.II.  Identifikasi Masalah ............................................................................................................. 2
1.III. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 2
1.III  Sistematika ...........................................................................................................................3  BAB 2 LANDASAN TEORI
      2.I. Hakikat Otonomi Daerah................................................................................................... 4
            2.I.I. Arti dan Pentingnya Otonomi Daerah ...................................................................... 4
            2.I.II. Dasar Hukum Otonomi Daerah ...............................................................................5
                        2.I.III. Maksud dan Tujuan Otonomi Daerah ....................................................... 8
            2.I.IV. Prinsip Otonomi Daerah ........................................................................................ 8
            2.I.V. Asas Otonomi Daerah ..............................................................................................9
            2.I.VI. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Pelaksanaan Otonomi
                        Daerah ..................................................................................................................10
             2.I.VII. Partisipasi Masyarakat dalam Otonomi Daerah .................................................11
       2.II. Daya Tarik Otonomi Daerah ........................................................................................ 11
       2.III. Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah ………………………………….....…12
       2.IV. Peluang Bisnis Ekonomi Serta Tantangan Bisnis di Daerah …………………...........15
BAB 3 METODE PENGUMPULAN DATA
        3.I. Jenis Data ...................................................................................................................... 18
        3.II. Studi Kepustakaan ....................................................................................................... 18
BAB 4 PEMBAHASAN
        4.I. Otonomi Daerah di Indonesia ....................................................................................... 19
        4.II. Prinsip Otonomi Daerah .............................................................................................. 20
        4.III.Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru ..................................................... 21
4.IV.  Pelaksanaan Otonomi Daerah Setelah Masa Orde Baru .................................................. 23
4.V.  Peranan Otonomi Daerah Guna Menggerakkan Otonomi Rakyat dan
         Menanggulangi Kemiskinan …………………………………………………………..... 26
4.VI.  Peranan Hukum Dalam Ekonomi Indonesia dan Pelaksanaannya Dalam
           Otonomi Daerah ……………………………………...…………………....................... 28
BAB 5 PENUTUP
        5.I. Kesimpulan ................................................................................................................... 34
        5.II. Saran ............................................................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 35
GLOSARIUM ………..……………………………………….……………………………..... 36



BAB 1
PENDAHULUAN

1.I. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan Negara kesatuan dengan system desentralisasi. Suatu Negara Kesatuan hanya ada satu pemerintah Negara yang berdaulat dan sah. Karena wilayah Indonesia demikian luas dan penduduknya banyak maka untuk melaksanakan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia itu dibagi bagi menjadi daerah provinsi. Daerah provinsi dibagi lagi menjadi daerah yang lebih kecil yang disebut kabupaten atau kota.
Negara kesatuan dengan system desentralisasi berarti bahwa pemerintah daerah memiliki kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan kebutuhan dan potensi daerah masing – masing. Asas desentralisasi memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari pengertian tersebut di atas maka akan tampak bahwa daerah diberi hak otonom oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus kepentingan sendiri. Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru setelah pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU otonomi daerah ini merupakan revisi terhadap UU Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999 sehingga kedua UU tersebut kini tidak berlaku lagi.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sudah diselenggarakan lebih dari satu  dasawarsa. Otonomi daerah untuk pertama kalinya mulai diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tersebut telah mengakibatkan perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia yang kemudian juga membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat di berbagai bidang.



1.II.   Identifikasi Masalah
Identifikasi dari karya ilmiah ini sebagai berikut
1.      Apa yang dimaksud hakikat otonomi daerah?
2.      Bagaimana Pelaksanaan otonomi daerah?
3.      Apa peranan otonomi daerah terhadap peluang bisnis di Indonesia?
4.      Bagaimana tantangan bisnis di Indonesia?
5.      Peranan Hukum Dalam Ekonomi indonesia Dan Pelaksanaannya Dalam Otonomi Daerah?


1.III.  Tujuan Penulisan
Tujuan yang diambil dari penulisan
1.      Memberi wawasan tentang hakikat otonomi daerah
2.      Mengetahui bagaimana pelaksanaan otonomi daerah
3.      Menjelaskan peranan otonomi daerah terhadap peluang bisnis di indonesia
4.      Mengetahui apa saja tantangan – tantangan bisnis yang terjadi di indonesia
5.      Mengetahui peranan hukum dalam ekonomi Indonesia










1.IV.  Sistematika
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.I.       Latar Belakang
1.II.     Identifikasi Masalah
1.III.    Tujuan Penulisan
1.IV.     Sistematika
BAB 2 LANDASAN TEORI
            2.I. Hakikat Otonomi Daerah
                        2.I.I.    Arti dan Pentingnya Otonomi Daerah
                        2.I.II.   Dasar Hukum Otonomi Daerah
                        2.I.III.             Maksud dan Tujuan Otonomi Daerah
                        2.I.IV.             Prinsip Otonomi Daerah
                        2.I.V.   Asas Otonomi Daerah
                        2.I.VI. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Pelaksanaan                            
                                    Otonomi Daerah
                        2.I.VII Partisipasi Masyarakat dalam Otonomi Daerah
            2.II. Daya Tarik Otonomi Daerah
2.III. Dampak Positif  dan Negatif Otonomi Daerah
2.IV. Peluang Bisnis Ekonomi Serta Tantangan Bisnis di Indonesia
       BAB 3 METODE PENGUMPULAN DATA
            3.I. Jenis Data
            3.II Studi Kepustakaan
       BAB 4 PEMBAHASAN
            4.I. Otonomi Daerah di Indonesia
            4.II. Prinsip Otonomi Daerah
            4.III. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru
            4.IV.  Pelaksanaan Otonomi Daerah Setelah Masa Orde Baru
            4.V. Peranan Otonomi Daerah Guna Menggerakkan Ekonomi Rakyat dan
                  Menanggulangi Kemiskinan
            4.VI. Peranan Hukum Dalam Ekonomi Indonesia dan Pelaksanaannya
                  Dalam Otonomi Daerah
       BAB 5 PENUTUP
            5.I. Kesimpulan
            5.II. Saran
       DAFTAR PUSTAKA

BAB 2
LANDASAN TEORI
                                                                          
2.I.       Hakikat Otonomi Daerah
         Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah agar sesuai dengan amanat UUD Negara Republik Indonesia th 1945. Pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.I.I.    Arti dan Pentingnya Otonomi Daerah
       Dalam Encyclopedia of Social Science, Otonomi adalah hak sebuah organisasi sosial untuk mencukupi diri sendiri dan kebebasan aktualnya. Otonomi daerah dalam kamus besar bahasa indonesia di definisikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mangatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang –undangan yang berlaku. Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyartakat setempat sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
        Dengan diadakannya otonomi daerah, setiap daerah harus mengatur dirinya sendiri dan tidak terpusat di tangan pemerintah pusat. Meskipun demikian, penyelenggaraan pemerintah daerah tetap tidak boleh bertentangan dengan keinginan masyarakat dan peraturan yang lebih tinggi,yaitu UUD 1945. Dengan demikian, pentingnya otonomi daerah adalah memacu pembangunan daerah dan persoalan – persoalan daerah adalah memacu pembangunan daerah lebih cepat diatasi sehingga dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.




2.I.II.   Dasar Hukum Otonomi Daerah
            Adapun dasar hukum dalam pelaksanaan daerah adalah sebagai berikut.
a.      Undang  - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18
Ayat ( 1 ) NKRI dibagi menjadi atas daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap – tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang – undang.
Ayat ( 2 ) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembatuan.
Ayat  ( 3  )  Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat yang anggota – anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
Ayat ( 4 )  Gubernur, Bupati, dan wali kota masing- masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten,dan kota dipilih secara demokratis.
Ayat ( 5 ) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas – luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang – undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.
Ayat ( 6 )  Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan – peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Ayat ( 7 )  Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam undang – undang.
            Dalam ketentuan Pasal 18 Ayat ( 1 ), ( 2 ), ( 3 ), ( 4 ), ( 5 ), ( 6 ), dan ( 7 ) itu, antara lain ditegaskan bahwa pemerintah daerah ( baik provinsi, kabupaten, maupun kota ) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Penegasan ini menjadi dasar hukum bagi seluruh pemerintahan daerah untuk dapat menjalankan roda pemerintahan ( termasuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan lainnya ) secara lebih leluasa dan bebas serta sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan karakteristik daerahnya masing – masing, kecuali yang menjadi urusan pemerintah pusat.
            Selain itu, tercantum pula ketentuan bahwa pemerintahan daerah memiliki DPRD yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Di dalam pasal itu juga memuat bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis, seperti dipilih secara langsung. Hal ini lebihlanjut di atur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 2005tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah.

            Pasal 18A
Ayat ( 1 ) Hubungan wewenang antarapemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang – undang dengan memerhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
Ayat ( 2 )  Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang – undang.
Dalam ketentuan Pasal 18A Ayat ( 1 ) ini dinyatakan bahwa daerah dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya berlandaskan undang – undang dan peraturan presiden. Selanjutnya, ketentuan Pasal 18A Ayat ( 2 ) dimaksudkan agar penyelenggara pemerintahan daerah tetap menjamin adanya prinsip keadilan dan keselarasan. Pasal ini juga menjamin sejumlah kewajiban untuk memperhatikan daerah lain bagi yang memiliki sumber daya lainnya yang berbeda atau daerah lain yang tidak memiliknya, yang semuanya harus diatur dengan undang – undang.
            Pasal 18B
Ayat ( 1 )  Negara mengakui dan menghormati satuan – satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang – undang.
Ayat ( 2 ) Negara mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak – hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuaidengan perkembangan masyartakatdan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,yang diatur dalam undang – undang.

b.      Undang – Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 2
Ayat ( 1 ) NKRI dibagi atas daerah – daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing – masing mempunyai pemerintahan daerah.
Ayat ( 2 )   Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Ayat ( 3 )  Pemerintah daerah sebagimana dimaksud pada ayat ( 2 ) menjalankan otonomi seluas –luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.
Ayat ( 4 ) Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintahan daerah lainnya.
            Yang dimaksud dengan “ asas otonomi dan tugas pembantuan” dalam Ayat ( 2 ) adalah bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah dapat diselenggarakan secara langsung oleh pemerintah daerah itu sendiri dan dapat pula penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten / kota dan desa atau penugasan dari pemerintah kabupaten /kota ke desa.

c.       Undang – Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Pasal 2
Ayat ( 1 ) Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah merupakan subsistem keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah dan pemerintah daerah.
Ayat ( 2 )  Pemberian sumber keuangan Negara kepada pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh pemerintah kepada pemerintah daerah dengan memerhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.
Ayat ( 3 )  Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah merupakan suatu system yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
            Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah merupakan bagian peraturan yang tidak terpisahkan dari system keuangan negara. Hal itu dimaksudkan untuk mengatur system pendanaan atas kewenangan pemerintah yang diserahkan.









2.I.III.    Maksud dan Tujuan Otonomi Daerah
Pembentukan wilayah atau daerah otonom dimaksudkan, antara lain :
a.    Agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan pemerintahan pada tingkat pusat sehingga jalannya pemerintahan dan pembangunan berjalan lancer.
b.    Agar pemerintah tidakhanya dijalankan oleh pemerintah pusat, tetapi daerah pun diberi hak mengurus sendiri kebutuhannya.
c.      Agar kepentingan umum suatu daerah dapat diurus lebih baik dengan memerhatikan sifat dan keadaan daerah yang mempunyai kekhususan sendiri.
Tujuan pemberian otonomi adalah untuk peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, otonomi daerah mendorong untuk memberdayakan masyarakat, dan menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, serta mengembangkan peranan dan fungsi DPRD. Hal ini sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 2 Ayat ( 3 ), yaitu pemberian otonomi daerah dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.


2.I.IV.    Prinsip Otonomi Daerah
            Hal – hal dasar dalam otonomi daerah terdapat pada UU Nomor32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal – hal dasar itu, antara lain sebagai berikut :
a. Otonomi daerah menjadi sarana  pendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, dan mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Oleh karena itu, undang – undang ini menitikberatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan daerah kota.
b.   Daerah kabupaten dan daerah kota berkedudukan sebagai daerah otonom yang mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat.
c.    Pemberian kewenangan otonomi kepada daerah kabupaten dan daerah kota didasrkan kepada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas –  luasnya, prinsip otonomi yang nyata, dan prinsip otonomi yang bertanggung jawab. Dengan kata lain, kewenangan otonomi yang diberikan terhadap daerah adalah kewenangan otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
a.       Prinsip otonomi seluas – luasnya, artinya daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi / peradilan, moneter dan fiscal nasional, serta agama. Di samping itu, keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi.
b.      Prinsip otonomi nyata, artinya daerah diberikan kewenangangan untuk menangani urusan pemerintahan berdasarkan tugas, wewenang, dankewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensiuntuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian,isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya.
c          Prinsip otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar – benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

2.I.V.    Asas Otonomi Daerah
            Pedoman penyelenggaraan pemerintahan diatur dalam Pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004. Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman padaasas umum penyelenggaraan Negara yang terdiri atas sebagai berikut.
a. Asas kepstian hukum adalah asas yang mengutamakan landasan peraturan perundang – undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara Negara.
b.  Asas tertib penyelenggara Negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
c.  Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
d.  Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia Negara.
e. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
f.   Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keadilan yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
g.   Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau  rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –undangan yang berlaku.
h.   Asas efisiensi dan efektivitas adalah asas yang menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab ( efisiensi = ketepatgunaan, kedayagunaan, efektifitas = berhasil guna ).

Adapun penyelenggaraan otonomi daerah menggunakan tiga asas:
a.     Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.      Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah.
c.       Asas tugas pembantuan adalahpenugasan dari pemerintah kepada daerah, dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yangdisertai pembiayaan, sarana, dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.

2.I.VI.    Faktor – Faktor yang Berpengaruh terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah
          Dalam pelaksanaan otonomi daerah akan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor – faktor yang memengaruhi pelaksanaan otonomi daerah adalah sebagai berikut.
a.       Kemampuan Manusia
Manusia di sini adalah aparat pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan warga daerah. Kemampuan yang diharapkan adalah kemampuan secara mental, yaitu semangat kerja sama, etos kerja, saling mendukung, dan kemampuan pengetahuan.
b.      Kemampuan Keuangan    
Setiap pembangunan di daerah memerlukan biaya maka kemampuan keuangan di daerah akan menentukan otonomi daerah tersebut. Dana untuk pembangunan di daerah dapat di peroleh dari dana pendapatan asli daerah, dana alokasi dari pusat dan pinjaman daerah.
c.       Kemampuan Peralatan dan Organisasi
Kemampuan peralatan yang dimaksud adalah sarana dan prasarana pendukung termasuk teknologi, sedangkan organisasi adalah kemampuan perencanaan, pelaksanaan, pengoordinasian, dan evaluasi.
d.      Kemampuan Kepemimpinan
Kemampuan kepemimpinan adalah kemampuan kepala daerah dalam memimpin daerah serta menciptakan manajemen pemerintahahan yang baik.

2.1.VII.    Partisipasi Masyarakat dalam Otonomi daerah
         Pemberian otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, diperlukan peran serta masyarakat sesuai kemampuan dan bidangnya masing – masing. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan otonomi daerah merupakan wujud tanggung jawab maasyarakat terhadap pembangunan daerah dan bangsanya dalam kerangka Negara Republik Kesatuan Indonesia.
            Setiap anggota masyarakat diberikan kesempatan yang seluas- luasnya untuk berpartisipasi dalam pengelolaan  dan pembangunan daerahnya masing – masing. Bentuk dan cara masyarakat berpartisipasi dalam pelaksanaan otonomi daerah, misalnya melaksanakan kebijakan pemerintah daerah sesuai bidang dan kemampuannya, memberikan masukan yang bersifat membangun, dan mengawasi pelaksanaan pembangunan di daerah. Tanpa dukungan dari masyarakat maka penyelenggaraan otonomi daerah akan sia – sia dan tidak akan berhasil.

2.II.       Daya Tarik  Otonomi Daerah
        Otonomi Daerah membuka kesempatan yang seluas – luasnya bagi daerah untuk mengaktualisasikan segala potensi terbaiknya secara optimal. Dengan demikian, setiap daerah niscaya memiliki satu atau beberapa keunggulan tertenturelatif terhadap daerah – daerah lainnya. Bahkan diliat dari segi potensinya keunggulan tersebut bisa bersifat mutlak.Misalnya, yang berasal dari aspek lokasi ataupun anugrah sumber ( factor endowment ).

Beberapa prasyarat dibutuhkan untuk menyiapkan daerah- daerah menjadi pelaku aktif di kancah pasar global :
1.      Terjadinya pergerakan bebas dari seluruh faktor produksi, barang dan jasa di wilayah Indonesia, kecuali untuk kasus – kasus yang dilandasi oleh argument non – ekonomi.
2.      Proses politik yang juga menjamin keotonomian masyarakat lokal melalui partisipasi politik dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak kepada publik.
3.      Tegaknya good governance baik di pusat maupun di daerah, sehingga otonomi daerah tidak menciptakan bentuk – bentuk KKN baru.
4.      Keterbukaan daerah untuk bekerjasama dengan daerah – daerah lain tetangganya untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya yang ada.
5.      Fleksibilitas sistem insentif
6.      Peran pemerintah daerah lebih sebagai regulator yang bertujuan untuk melindungi kelompok minoritas dan lemah serta menjaga harmoni dengan alam sekitar.

2.III.    Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah
Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggidari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Kebijakan-kebijakan pemerintah daerah juga akan lebih tepat sasaran dan tidak membutuhkan waktu yang lama sehingga akan lebih efisien.
            Dampak negative dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan bagi oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran, munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dangan daerah yang masih berkembang.



 Permasalahan Pokok dari Otonomi Daerah:
1.   Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap.
2.  Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai dan penyesuaian peraturan perundangan-undangan yang ada dengan UU 22/ 1999 masih sangat terbatas.
            3.   Sosialisasi UU 22/1999 dan pedoman yang tersedia belum mendalam dan meluas
4. Manajemen penyelenggaraan otonomi daerah masih sangat lemahPengaruh perkembangan dinamika politik dan aspirasi masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah dikelola.
5.  Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah        
6. Belum jelas dalam kebijakan pelaksanaan perwujudan konsepotonomi yang proporsional kedalam pengaturan konsepotonomi yang proporsional ke dalampengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka NKRI

Permasalahan pokok tersebut terefleksi dalam 7 elemen pokok yang membentuk pemerintah daerah yaitu;        
 1.  Kewenangan,        
 2.  Kelembagaan,      
 3.  Kepegawaian,      
 4.  Keuangan,
 5.  Perwakilan,
 6.  Manajemen pelayanan publik,      
 7.  Pengawasan.        

Sumber-sumber Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi meliputi:
a)    PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)   
Ø  Hasil pajak daerah    
Ø  Hasil restribusi daerah
        
Ø  Hasil perusahan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang  
dipisahkan.
Ø  Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah,antara lain hasil penjualan asset
daerah dan jasa giro

 b)    DANA PERIMBANGAN
a.   Dana Bagi Hasil
b.   Dana Alokasi Umum
c.    Dana Alokasi Khusus

 c)    PINJAMAN DAERAH
       meliputi pinjaman dalam negri dan pijaman luar negri:
o   Pinjaman Dalam Negeri        
1.      Pemerintah Pusat
2.      Lembaga Keuangan Bank
3.      Lembaga Keuangan Bukan Bank
4.      Masyarakat ( Penerbitan Obligasi Daerah )

o   Pinjaman Luar Negeri

1.    Pinjaman Bilateral
        
            2.    Pinjaman multilateral
        
            3.    Lain-lain pendapatan daerah yang sah;  

            4.    Hibah atau penerimaan dari daerah propinsi atau daerah

            5.   penerimaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan



2.IV.    Peluang Bisnis Ekonomi Serta Tantangan Bisnis di Daerah
           Pembangunan ekonomi saat ini di negara kita (indonesia) selama masa pemerintahan orde baru lebih mementingkan atau memusatkanpada pertumbuhan ekonomi, ternyata tidak membuat wilayah daerahtanah air dapat berkembang dengan baik. Sebagai hasil pembangunan selama ini lebih dikonsentrasikan di Pusat Jawa atau di Ibukota, hal ini merupakan sebagai proses pembangunan dan peningkatan kemakmuran. Pada tingkat nasional memang laju pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun cukup tinggi dan tingkat pendapatan perkapita naik terus setiap tahun hingga krisis terjadi. Namun dilihat pada tingkat regional, kesenjangan pembangunan  ekonomi antar propinsi makin membesar.  
Sekarang ini di era otonomi daerah dan desentralisasi, sebagian besar kewenangan pemerintahan dilimpahkan kepada daerah. Pelimpahan kewenangan yang besar ini disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Dalam penjelasan UU No.22/1999 ini dinyatakan bahwa tanggung jawab yang dimaksud adalah berupa kewajiban daerah untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan. Dari pemahaman tersebut, maka untuk menghadapi berbagai persoalan seperti kemiskinan, pemerintah daerah tidak bisa lagi menggantungkan penanggulangannya kepada pemerintah pusat sebagaimana yang selama ini berlangsung. Di dalam kewenangan otonomi yang dimilikidaerah, melekat pula tanggung jawab untuk secara aktif dan secara langsung berusahapengentasan kemiskinan di daerah bersangkutan. Dengan kata lain, pemerintah daerah dituntut untuk memiliki inisiatif kebijakan operasional yang bersifat pro masyarakat miskin.
Hubungan antara otonomi daerah dengan desentralisasi, demokrasi dan tata pemerintahan yang baik memang masih merupakan diskursus. Banyak pengamat mendukung bahwa dengan dilaksanakannya otonomi daerah maka akan mampu menciptakan demokrasi atau pun tata pemerintahan yang baik di daerah
Pelibatan masyarakat akan mengeliminasi beberapa faktor yang tidak diinginkan, yaitu:
1.  Pelibatan masyarakat akan memperkecil faktor resistensi masyarakat terhadap kebijakan daerah yang telah diputuskan. Ini dapat terjadi karena sejak proses inisiasi, adopsi, hingga pengambilan keputusan, masyarakat dilibatkan secara intensif.

 2. Pelibatan masyarakat akan meringankan beban pemerintah daerah (dengan artian pertanggungjawaban kepada publik) dalam mengimplementasikan kebijakan daerahnya. Ini disebabkan karena masyarakat merasa sebagai salah satu bagian dalam menentukan keputusan tersebut. Dengan begitu, masyarakat tidak dengan serta merta menyalahkan pemerintah daerah bila suatu saat ada beberapa hal yang dipandang salah.


 3.  Pelibatan masyarakat akan mencegah proses yang tidak fair dalam implementasi kebijakan daerah, khususnya berkaitan dengan upaya menciptakan tata pemerintahan daerah yang baik.
Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah ini sangat boleh jadi menimbulkan “cultural shock”, dan belum menemukan bentuk /format pelaksanaan otonomi seperti yang diharapkan. Hal ini berkaitan pula dengan tanggung jawab dan kewajiban daerah yang dinyatakan dalam penjelasan UU No.22/1999, yaitu untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan.    
Berkaitan dengan kewenangan dan tanggung dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah daerah berupaya dengan membuat dan melaksanakan berbagai kebijakan dan regulasi yang berkenaan dengan hal tersebut. Namun dengan belum adanya bentuk yang jelas dalam operasionalisasi otonomi tersebut, maka sering terdapat bias dalam hasil yang di dapat. Pelimpahan kewenangan dalam otonomi cenderung dianggap sebagai pelimpahan kedaulatan. Pada kondisi ini, otonomi lebih dipahami sebagai bentuk redistribusi sumber ekonomi/keuangan dari pusat ke daerah. Hal ini terutama bagi daerah-daerah yang kaya akan sumber ekonomi. Dengan begitu, konsep otonomi yang seharusnya bermuara pada pelayanan publik yang lebih baik, justru menjadi tidak atau belumterpikirkan.
Kemandirian daerah sering diukur dari kemampuan daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). PAD juga menjadi cerminan keikutsertaan daerah dalam membina penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan di daerah. Keleluasaan memunculkan inisiatif dan kreativitas pemerintah daerah dalam mencari dan mengoptimalkan sumber penerimaan dari PAD sekarang ini cenderung dilihat sebagai sumber prestasi bagi pemerintah daerah bersangkutan dalam pelaksanaan otonomi. Disamping itu, hal ini dapat menimbulkan pula ego kedaerahan yang hanya berjuang demi peningkatan PAD sehingga melupakan kepentingan lain yang lebih penting yaitu pembangunan daerah yang membawa kesejahteraan bagi masyarakatnya. Euphoria reformasi dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah seperti ini cenderung mengabaikan tujuan otonomi yang sebenarnya.
Otonomi menjadi keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta hidup, tumbuh, dan berkembang di daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab adalah perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah antar daerah.
Disamping peluang-peluang yang muncul dari pelaksanaan otonomi daerah, terdapat sejumlah tuntutan dan tantangan yang harus diantisipasi agar tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah dapat tercapai dengan baik. Diantara tantangan yang dihadapi oleh daerah adalah tuntutan untuk mengurangi ketergantungan anggaran terhadap pemerintah pusat, pemberian pelayanan publik yang dapat menjangkau seluruh kelompok masyarakat, pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan dan peningkatan otonomi masyarakat lokal dalam mengurus dirinya sendiri.
Dalam implementasinya, penetapan dan pelaksanaan peraturan dan instrumen baru yang dibuat oleh pemerintah daerah dapat menimbulkan dampak, baik berupa dampak positif maupun dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung, pada semua segmen dan lapisan masyarakat terutama pada kelompok masyarakat yang rentan terhadap adanya perubahan kebijakan, yaitu masyarakat miskin dan kelompok usaha kecil. Kemungkinan munculnya dampak negatif perlu mendapat perhatian lebih besar, karena hal tersebut dapat menghambat tercapainya tujuan penerapan otonomi daerah itu sendiri.










BAB 3
METODE PENGUMPULAN DATA
Landasan teori yang tersaji dalam setiap Bab sebelumnya masih memerlukan penyempurnaan data yang relevan. Untuk menyempurnakan sebuah karya ilmiah, tentulah penelitian sangat dibutuhkan. Suatu data belum jadi ( mentah ) yang sudah tersedia di sekitar kita, sangat perlu diolah / dilengkapi kembali melalui penelitian apabila ingin membuahkan hasil yang lebih baik. Dalam karya ilmiah ini agar isinya dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan, tentunya akan dilakukan penelitian, melalui metode yang penulis anggap sangat baik untuk menyempurnakan penelitian di karya ilmiah ini.

3.I. Jenis Data
Data yang dapat diambil untuk sebuah penelitian, dapat terbagi menjadi beberapa, yakni data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil langsung dari lapangan atau tempat objek penelitian berada. Sedangkan data sekunder adalah data yang sebelumnya memang sudah tersedia di berbagai sumber seperti bacaan, media cetak maupun elektronik, dan lain sebagainya.
Data yang diambil untuk membuat karya ilmiah ini adalah data sekunder, data yang berasal dari buku-buku bacaan, serta juga dari media cetak maupun elektronik seperti internet agar dalam pengerjaan lebih efisien.

3.II. Studi Kepustakaan
            Dalam Karya Ilmiah ini saya melakukan metode pengumpulan data dengan menggunakan metode Studi Kepustakaan yaitu metode pengumpulan data dengan melalui membaca dan lihat baik dari bacaan media cetak maupun elektronik. Dengan pengumpulan data-data yang relevan sesuai dengan data yang terdapat pada media yang saya baca tersebut dan sesuai atau relevan dengan masalah atau topic yang saya angkat dalam penulisan ilmiah ini.





BAB 4
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan penelitian yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, kita akan  bisa mengetahui lebih banyak tentang otonomi daerah di Indonesia, prinsip otonomi daerah, aturan perundang – undangan, pelaksanaan otonomi daerah di masa orde baru, serta pelaksanaan otonomi daerah setelah masa orde baru. Pembahasan mengenai hasil penelitian tersebut akan dibahas pada berikut ini

4.I.       Otonomi Daerah di Indonesia
Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1.      Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2.      Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II)  dengan beberapa dasar pertimbangan:
1.      Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2.      Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
3.      Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1.  Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
2 Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3.  Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju

4.II.     Prinsip Otonomi Daerah
Menurut penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, prinsip penyelenggaraan otonomi daerah adalah :
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keaneka ragaman daerah.
2.  Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah dan daerah kota, sedangkan otonomi provinsi adalah otonomi yang terbatas.
4.  Pelaksanaan otonomi harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
5.  Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah kabupaten dan derah kota tidak lagi wilayah administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah.
6.  Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan, mempunyai fungsi anggaran atas penyelenggaraan otonomi daerah.
7.  Pelaksanaan dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya di pemerintah daerah dan daerah kepada desa yang disertai pembiayaan, sarana dan pra sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan.

4.III.    Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru
Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:

1.      Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
2.      Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan
3.      Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Propinsi) maupun Dati II (Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri, untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya, dengan hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan.
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran; mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta keterangan; mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan penyelidikan), dan kewajiban seperti a) mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945; b)menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku; c) bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; dan d) memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.
Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.





4.IV.    Pelaksanaan Otonomi Daerah Setelah Masa Orde Baru
Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu

1.    Melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah;
2.     Pembentukan negara federal; atau
3.     Membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.

Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya antara lain :
1.      Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
2.      Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.
3.      Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
4.      Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
5.      Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah propinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
6.      Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
7.      Wilayah Propinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut propinsi.
8.       Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
9.      Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
10.  Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-undang.
11.  Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
12.  Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
13.  Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada propinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya dalam skala propinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
14.  Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerjasama antar daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.
15.  Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.

4.V.  Peranan Otonomi Daerah Guna Menggerakkan Otonomi Rakyat dan Menunggulangi Kemiskinan.
I. Lembaga Keuangan Mikro dan Program Pengentasan Kemiskinan        
Lembaga Keuangan Mikro atau Micro Finance Institution merupakan lembaga yang melakukan kegiatan penyediaan jasa keuangan kepada pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh Lembaga Keuangan Formal dan yang telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis.
Di BRI sendiri, micro finance didefinisikan sebagai pelayanan kredit dibawah Rp 50 juta. Terdapat masih banyak lagi definisi micro finance atau keuangan mikro tergantung dari sudut pembicaraan.
Bagaimanapun, target atau segmen micro finance senantiasa bersentuhan dengan masyarakat yang relatif miskin atau berpenghasilan rendah Program P4K yang ditangani di BRI mendefinisikan masyarakat miskin sebagai mereka petani nelayan kecil (PNK) dan penduduk pedesaan lainnya yang hidup dibawah garis kemiskinan, dengan kriteria pendapatannya maksimum setara dengan 320 kg beras per kapita per tahun.
Menurut Marguiret Robinson (2000), pengentasan kemiskinan dapat dilaksanakan melalui banyak sarana dan program, termasuk didalamnya adalah program pangan, kesehatan, pemukiman, pendidikan, keluarga berencana dan tentu saja adalah melalui pinjaman dalam bentuk micro credit.
Pinjaman dalam bentuk micro credit merupakan salah satu yang Ampuh dalam menangani kemiskinan. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa, ketika pinjaman diberikan kepada mereka yang sangat miskin, kemungkinan besar pinjaman tersebut tidak akan pernah kembali. Hal ini wajar saja, mengingat mereka (the extreme poor) tidak berpenghasilan dan tidak memiliki kegiatan produktif. Program pangan dan penciptaan lapangan kerja lebih cocok untuk masyarakat sangat miskin tersebut. Sedangkan sebagian masyarakat lain yang dikategorikan miskin namun memiliki kegiatan ekonomi (economically active working poor) atau masyarakat yang berpenghasilan rendah (lower income), mereka memiliki penghasilan, meskipun tidak banyak. Untuk itu diperlukan pendekatan, program subsidi atau jenis pinjaman mikro yang tepat untuk masing-masing kelompok masyarakat miskin tersebut.
Marguiret Robinson (2000) mengklasifikasikan pelayanan micro finance terhadap masyarakat miskin ke dalam tiga kategori.  Disamping BRI Unit, BRI juga bekerjasama dengan Pemerintah atau Instansi lain mengelola P4K dan BKD, tentu saja terdapat Lembaga Keuangan lain seperti BPR dan Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO) yang ikut terlibat dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia. Banyaknya jenis lembaga keuangan mikro yang tumbuh dan berkembang di Indonesia menunjukkan bahwa lembaga keuangan mikro sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, pengusaha kecil dan mikro yang selama ini belum terjangkau oleh jasa pelayanan keuangan perbankan khususnya bank umum.  
Pada lembaga keuangan mikro ini dapat menumbuhkan minat masyarakat di pedesaan untuk berusaha atau menumbuhkan pengusaha-pengusaha kecil di pedesaan, yang pada akhirnya dapat membantu program pemerintah untuk :
1.         Meningkatkan Produktivitas usaha masyarakat kecil di pedesaan.
2.         Meningkatkan pendapatan penduduk desa.      
3.         Menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan, sehingga dapat memperkecil keinginan masyarakat pedesaan melakukan urbanisasi.
4.         Menunjang program pemerintah dalam mengupayakan pemerataan pendapatan penduduk desa dan upaya pengentasan kemiskinan.

II. Peran Lembaga Keuangan Mikro dalam Otonomi Daerah (OTODA)  
            Kebijakan Pemerintah Indonesia dibidang Otonomi Daerah, telah berpengaruh secara nyata terhadap sistem pemerintahan dan keuangan. Dari sentralisasi kepada desentralisasi. Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 22 tahun 1999, dimana pemberian kewenangan otonomi daerah tersebut adalah dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, termasuk dalam hal ini terutama adalah kewenangan dalam desentralisasi fiskal sebagaimana diatur dalam UU Nomor 25 tahun 1999.    
           Penerapan kebijakan desentralisasi fiskal mengandung suatu implikasi bahwa transfer dana ke daerah melalui dana perimbangan menunjukkan jumlah yang semakin besar, sehingga kemampuan keuangan daerah meningkat disertai dengan peningkatan kewenangan dalam pengelolaannya.
Dampak dari kebijakan otonomi daerah telah menimbulkan peluang peningkatan kegiatan perekonomian daerah, terutama di daerah luar Jawa, yang selama ini mengalami ketinggalan dibanding Jakarta atau Jawa. Kegiatan bisnis daerah yang semakin berkembang tersebut pada gilirannya akan menarik investor untuk menanamkan modalnya di daerah, termasuk dalam hal ini adalah lembaga keuangan mikro dan perbankan. Kehadiran mereka diharapkan akan semakin meningkatkan bisnis daerah yang bersangkutan, melalui berbagai produk yang ditawarkannya.


4.VI.  Peranan Hukum Dalam Ekonomi Indonesia dan Pelaksanaannya Dalam Otonomi Daerah
Pemanfaatan sumber daya yang terbatas menyebabkan perlunya suatu perangkat hukum yang dapat mengatur agar semua pihak yang berkepentingan mendapat perlakuan yang adil (win-win solution) dan agar tidak terjadi perselisihan diantara pelaku ekonomi.  Fungsi hukum salah satunya adalah mengatur kehidupan manusia bermasyarakat di dalam berbagai aspek.  Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, oleh karena itu manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya.  Interaksi ini sering kali tidak berjalan dengan baik karena adanya benturan kepentingan diantara manusia yang berinteraksi.  Agar tidak terjadi perselisihan maka harus ada kesepakatan bersama diantara mereka.  Kegiatan ekonomi sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi.  Hukum atau peraturan perekonomian yang berlaku disetiap kelompok sosial atau suatu bangsa berbeda-beda tergantung kesepakatan yang berlaku pada kelompok sosial atau bangsa tersebut.
Hukum tertinggi yang mengatur mengenai perekonomian di Indonesia terdapat dalam pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi :
1.      Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
2.    Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3.      Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4.    Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5.      Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

            Tujuan suatu bangsa salah satunya adalah mensejahterakan rakyatnya.  Seperti tujuan Negara Indonesia yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.  Dalam tujuan negara tersebut disebutkan memajukan kesejahteraan umum.  Jadi perekonomian nasional ini ditujukan bagi kemajuan dan kesejahteraan umum.
Dari pasal 33 tersebut bahwa perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama yang berdasarkan asas kekeluargaan-lah yang diamanatkan UUD kita.  Koperasi adalah salah satu bentuk dari amanat pasal 33 ayat 1.  Tujuan koperasi adalah untuk kesejahteraan anggotanya.  Di  Indonesia sendiri telah banyak berdiri koperasi-koperasi.  Namun koperasi-koperasi yang ada masih banyak yang dihadapkan oleh permasalahan masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi dalam koperasi, dalam PP No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dalam lampiran Pasal (6) Bab 20 mengenai Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah bahwa koperasi yang aktif hanya 76% dari total jumlah yang ada.  Dan hanya 48% dari koperasi yang aktif tersebut yang menyelenggarakan RAT (Rapat Anggota Tahunan).  Selain itu disebutkan juga  tertinggalnya kinerja Koperasi dan kurang baiknya citra koperasi karena banyak koperasi terbentuk tanpa didasari oleh kepentingan bersama dan prinsip kesukarelaan para anggotanya, sehingga kehilangan jati diri koperasi yang otonom dan swadaya. Banyak koperasi yang tidak profesional menggunakan teknologi dan kaidah-kaidah ekonomi modern sebagaimana layaknya badan usaha.
Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 menyebutkan bahwa negara menguasai cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dan juga bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.  BUMN (Badan Usaha Milik Negara) adalah salah satu dari pelaksanaan pasal tersebut dimana terdapat PT. Pertamina, PT. Aneka Tambang, PT Pertani, PT Pupuk Kaltim, PT Pertani dan lain-lain.  Dalam era privatisasi yang pada mulanya dilakukan untuk efisiensi dan terbukanya modal asing yang masuk ke Indonesia perlu diwaspadai agar  jangan sampai cabang- cabang produksi yang penting dan kekayaan alam yang ada di Indonesia menjadi milik asing dan hanya memperoleh sedikit keuntungan atau royalti dan jangan sampai  Indonesia  hanya sebagai penonton di negeri sendiri.  Peranan hukum disini adalah untuk melindungi kepentingan negara perlu dibuat agar dapat terwujud bangsa yang sejahtera dan menjadi tuan di negeri sendiri.
Hukum Ekonomi Indonesia juga harus mampu memegang amanat UUD 1945 (amandemen) pasal 27 ayat (2) yang berisi : “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Negara juga memiliki kewajiban untuk mensejahteraan rakyatnya, sehingga perekonomian harus dapat mensejahterakan seluruh rakyat, sementara fakir miskin dan anak yang terlantar juga perlu dipelihara oleh Negara. Negara perlu membuat iklim yang kondusif bagi usaha dan bagi masyarakat yang tidak mampu dapat diberdayakan. Sementara yang memang tidak dapat berdaya seperti orang sakit, cacat perlu diberi jaminan sosial (Pasal 34 UUD 1945). Tugas negara ini dalam kondisi sekarang tidaklah mudah dimana kemampuan keuangan pemerintah sendiri juga terbatas. Konsep perekonomian yang baik perlu dilaksanakan.
Indonesia merupakan bagian dari masyarakat global sehingga Indonesia pun tidak terlepas dari hukum internasional termasuk yang menyangkut ekonomi.  Tetapi walaupun demikian, kita juga harus bersikap kritis dan memperjuangkan hak bagi kesejahteraan Negara kita,  karena tidak semua kebijakan ekonomi tersebut dapat diterapkan dan kalaupun diterapkan harus ada penyesuaian dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, sehingga dalam pengaturan hukum ekonominya harus mempertimbangkan hal tersebut. Di era orde baru kita pernah mencoba mengatur Negara ini menggunakan sistem sentralisasi atau terpusat.  Semua kegiatan ekonomi diatur oleh pemerintah pusat.  Diakui dengan sistem ini perekonomian kita sempat berjaya dengan swasembada beras, namun di sisi lain terjadi kesenjangan antara pusat-pusat ekonomi dengan daerah-daerah yang terpencil dan kurangnya pemerataan pembangunan.
Tujuan utama desentralisasi adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui penyelenggaraan urusan/fungsi/tanggung jawab pemerintahan untuk penyediaan pelayanan masyarakat lebih baik. Pelaksanaan otonomi daerah yang baik akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.  Beberapa contoh sukses ditunjukkan dalam Koran Tempo, Senin, 22 Desember 2008, sejumlah kepala daerah di negeri ini dapat mengembangkan kreativitasnya dalam memajukan daerahnya. Peran pimpinan daerah dalam mendorong terciptanya pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sangatlah penting.  Kriteria yang dipilih Tempo untuk menyeleksi para calon tokoh pimpinan daerah adalah dalam sektor pelayanan pubik, transparansi dan keramahan pada dunia usaha setempat.  Hal ini dilakukan Tempo karena dianggap masih banyak anggapan miring tentang otonomi daerah sebagai desentralisasi korupsi dan munculnya raja-raja kecil.  Sebanyak 61 kasus kepala daerah menjadi tersangka dan kemudian menjadi terpidana akibat praktek yang salah dalam menjalankan otonomi dan presepsi mengenai otonomi daerah.
Pemerintahan di daerah harus berhati-hati dalam membuat regulasi ataupun perangkat hukum yang menyangkut perekonomian daerahnya, agar tidak terjadi salah presepsi tentang otonomi ekonomi daerah. Peranan pemerintah pusat juga harus lebih ketat dalam mengawasi jalannya otonomi daerah agar tujuan nasional dapat berjalan sebagai mana mestinya. Keberpihakan pemerintah baik pusat maupun daerah terhadap pertumbuhan koperasi, usaha kecil dan menengah daerah diharapkan mampu mengurangi jurang antara masyarakat mapan dan marjinal, karena dengan pertumbuhan koperasi, usaha kecil dan menengah akan mengurangi ketergantungan masyarakat akan import dan memperluas lapangan pekerjaan.  Sehingga akan mengurangi beban pemerintah dan diharapkan daerah mampu mandiri mengatasi kesulitan didaerahnya sesuai dengan sumberdaya yang ada didaerah tersebut.  Pemerintahan daerah juga harus menjaga agar otonomi daerah adalah bukan mengatur daerah dengan kacamata kedaerahannya tetapi lebih melihat bahwa negara kita mempunyai tujuan bersama yang mulia seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.  Pemerintahan daerah juga tidak boleh semena-mena menyombongkan diri apabila berhasil, tetapi juga mau membantu daerah lain, minimal dengan menularkan informasi tentang keberhasilan mereka terhadap daerah lain.
Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan perumusan dan sosialisasi mengenai batasan-batasan dan sanksi hukum yang jelas bagi pelaku ekonomi baik tingkat pusat maupun daerah, yang kemudian ditetapkan menjadi peraturan atau kebijakan pemerintah pusat maupun daerah.  Dalam hal sosialisasi, pemerintah perlu juga melibatkan media massa ataupun membentuk kader-kader yang siap memberikan informasi mengenai keberadaan peraturan maupun  kebijakan tersebut. Pemerintah juga perlu memberikan penghargaan kepada tokoh, pimpinan atau masyarakat yang melakukan perubahan posistif terhadap perkembangan ekonomi daerahnya, diharapkan kegiatan ini memacu munculnya tokoh-tokoh yang peduli terhadap keberhasilan daerah untuk mencapai kesejahteraan.
Aspek hukum yang mengatur perekonomian Indonesia sudah diamanatkan  dalam UUD 1945 yang sudah empat kali diamandemen, namun baru tahun 1982 ada sebuah penelitian yang dilakukan mengenai Hukum Ekonomi Indonesia.  Penelitian ini dilakukan oleh Universitas Padjajaran Bandung yang di pimpin oleh DR. C.F.G Sunaryati Hartono, S.H, yang diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul Hukum Ekonomi Indonesia. Dalam buku tersebut Hukum Ekonomi Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu Hukum Ekonomi Pembangunan dan Hukum Ekonomi Sosial (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008).
Hukum Ekonomi Pembangunan adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (peningkatan produksi) secara nasional dan berencana. Hukum Ekonomi Pembangunan meliputi bidang-bidang pertanahan, bentuk-bentuk usaha, penanaman modal asing, kredit dan bantuan luar negeri, perkreditan dalam negeri perbankan, paten, asuransi, impor ekspor, pertambangan, perburuhan, perumahan, pengangkutan dan perjanjian internasional. Hukum Ekonomi Sosial adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata, sesuai dengan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia (distribusi yang adil dan merata). Hukum Ekonomi Sosial meliputi bidang obat-obatan, kesehatan dan keluarga berencana, perumahan, bencana alam, transmigrasi, pertanian, bentuk-bentuk perusahaan rakyat, bantuan dan pendidikan bagi pengusaha kecil, perburuhan, pendidikan, penderita cacat, orang-orang miskin dan orang tua serta pensiunan (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008).
Sejarah Hukum Ekonomi Indonesia juga pernah menganut sistem ekonomi Pancasila, yang menurut Emil Salim menpunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.    Sistem ekonomi pasar dengan unsur perencanaan.
b.  Berprinsip keselarasan, karena Indonesia menganut paham demokrasi ekonomi dengan azas perikehidupan keseimbangan.  Keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat.
c.    Kerakyatan, artinya sistem ekonomi ditujukan untuk kepentingan rakyat banyak.
d.   Kemanusiaan, maksudnya sistem ekonomi yang memungkinkan pengembangan unsur kemanusiaan

     Apakah hukum diperlukan dalam mengelola perekonomian negara? Masih banyak masyarakat yang bertanya demikian karena terkadang hukum lebih banyak dianggap sebagai faktor penghambat daripada sebagai faktor yang melandasi ekonomi.  Walaupun demikian sudah seharusnya ada hukum yang mengatur dan mengelola perekonomian negara, karena pada dasarnya hukum mempunyai beberapa peranan dalam pembangunan ekonomi Indonesia.  Peranan hukum (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008) tersebut antara lain adalah :
a.     Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamananHukum sebagai sarana pembangunan.
b.     Hukum sebagai sarana penegak keadilan.
c.     Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat.

Dari beberapa syarat tentang hukum yang ditulis dalam Bab (2), buku Ekonomi Pembangunan Indonesia  yang patut dipertimbangkan yaitu :
a.     Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus berdasarkan falsafah kenegaraan Pancasila dan UUD 1945
b.      Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus mengandung dan memupuk nilai-nilai baru yang mengubah nilai-nilai sosial yang bersumber pada kesukuan dan kedaerahan menjadi nilai-nilai sosial yang bersumber memupuk kehidupan dalam ikatan kenegaraan secara nasional
c.    Bahwa sistem hukum nasional itu mengandung kemungkinan untuk menjamin dinamika dalam rangka pembaharuan hukum nasional itu sendiri, sehingga secara kontinyu dapat mempersiapkan pembangunan dan pembaharuan masyarakat di masa berikutnya.
Setelah pemerintah daerah dan kota membuat perangkat hukum, yang menjadi tugas selanjutnya adalah  perlunya sosialisasi dalam penerapan hukum ekonomi di daerah dan kota.  Sosialisasi ini bertujuan agar setiap pelaku ekonomi daerah dan kota mengetahui batasan-batasan hukum dan sanksi hukum dengan jelas.
    




BAB 5
  PENUTUP

5.I.  Kesimpulan
Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah untuk mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat yang diberikan oleh pemerintah pusat. Pembentukaan wilayah dan daerah otonom dimaksudkan agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan pemerintahan pada tingkat pusat saja sehingga jalannya pemerintahan serta pembangunan menjadi lancar. Prinsip yang harus dipegang dalam pelaksanaan otonomi yaitu mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan sendiri, baik dari segi keuangan, hukum, maupun kepentingan khusus daerah. Wujud pemberian kesempatan bagi pemerintah daerah, harus dipertanggungjawabkan kepada pemerintah pusat dan masyarakat di daerahnya.

5.II.  Saran
Dengan adanya tulisan ilmiah mengenai Pelaksanaan Otonomi Daerah ini, saya berharap dalam pelaksanaannya semakin baik. Serta partisipasi dari masyarakat juga menentukan baik tidaknya pelaksanaan otonomi daerah tersebut. Karena partisipasi masyarakat merupakan wujud kepedulian serta pelaksanaan hak dan kewajiban warga yang akan turut menjamin pelaksanaan pemerintahan seperti yang diharapkan. Apalagi masa sekarang ini, otonomi daerah sudah mulai berlaku dan dilaksanakan di Indonesia.
Oleh karena hal tersebut, dalam kehidupan sehari – hari perlu dikembangkan nilai – nilai budi pekerti yang tercermin melalui sikap seperti amanah, antisipatif, berdisiplin, bekerja keras, berinisiatif, bersahaja, bersifat konstruktif, bertanggung jawab, berani berbuat benar, dan serta taat asas dalam kehidupan. Semua itu dimaksudkan agar daerah dapat bekerja sama yang saling menguntungakan dengan daerah lain yang peraturannya dapat di atur berdasarkan keputusan bersama pula, dengan tidak membebani masyarakan dan daerah untuk kepentingan pelaksanaan otonomi daerah




DAFTAR PUSTAKA


  • Sekretariat Jendral MPR RI. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta.
  • UU RI. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004  tentang Pemerintah Daerah
  • Soedijana, F.X., Triyana Yohanes dan Untung Setyardi.  Ekonomi Pembangunan Indonesia (Tinjauan Aspek Hukum).  Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. 2008
  • Kian Gie, Kwik. Analisis Ekonomi Politik Indonsia. Jakarta: Gramedia Pustaka.
  • Lipsey, Richard G., Peter O. Steiner, Douglas D. Purvis and Paul N. Courant. Economics. Binarupa Aksara, Jakarta.  1991.
  • Mohammad  Jimmi Ibrahiin. 1991. Prospek Otonomi Daerah. Semarang : Dahara Prize.
  • Yuliati. 2001. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam menghadapai Otonomi Daerah, Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP YKPN.
  • Basri, Faisal. Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI. Jakarta: Erlangga.
  • Kaho, Josef Riwu. 1997 . Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers PT Raja Grafindo Persada.



 GLOSARIUM

Absolutisme
: Sistem pemerintahan tunggal dengan kekuasaan yang tidak terbatas
Afirmasi
: Penegasan, penguatan
Audit
: Pemeriksaan keuangan
Bargaining
: Proses tawar menawar (kepentingan politik)
Birokrasi
: Organisasi pemerintahan yang dijalankan para pegawai
De fakto
: Menurut kenyataan
De jure
: Menurut hukum
Demokrasi
: Pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat
Emansipasi
: Gerakan untuk memperoleh pengakuan persamaan kedudukan atau hak
Epistemology
: Cabang filsafat mengenai kebenaran dari pengetahuan
Harfiah
: Arti menurut kata
Humanisme
: Pandangan yang menekankan kebaikan moral ideal manusia
Ideology
: Ide, cita-cita yang mengkooptasi penganutnya bertindak sesuai logika ajaran itu
Iluminasi
: Pencerahan
Ius soli
: Kewarganegaraan berdasarkan kelahiran
Ius sanguinis
: Kewarganegaraan berdasarkan pertalian darah
Judgemen
: Keputusan; tindakan untuk memutuskan suatu masalah
Kamuflase
: Penyamaran suatu hal
Karikatur
: Gambar sederhana berisi kritik sosial
Legitimasi
: Pengakuan menurut hukum sebagai bukti kekuasaan
Monisme
: Pandangan bahwa hanya ada satu realitas yang fundamental
Monokrasi
: Pemerintahan dengan penguasa tunggal
Otonomi
: Mengatur urusan (rumah tangga) pemerintahannya sendiri
Otoriseren
: Memberi kuasa atau kekuasaan
Otoritas
: Kekuasaan, wewenang
Otoriter
: Pemerintahan diktator
Quasi
: Keadaan semu
Quo annimo
: Dengan maksud apa
Quo vadis
: Hendak dibawa kemana
Quorum
: Ukuran jumlah anggota rapat yang dianggap mewakili keseluruhan
Yuridiksi
: Pengadilan; daerah hukum
Yurisprudensi
: Berdasar pada keputusan hakim sebelumnya dalam kasus yang serupa














 




 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar